Sabtu, 29 Maret 2008

Melihat Prospek Bisnis Shopping dan Perilaku Shopper (Konsumen) di Indonesia,dari kurun waktu tahun 2000 sampai 2008,dari kaca mata para Pakar.


Bisnis Trade Center & Shopping Center 2008 Masih Prospektif.
Dinamika industri properti sepanjang tahun ini diperkirakan masih berpotensi mengalami pertumbuhan. Hanya saja untuk sub-sektor shopping center dan trade center diduga tidak akan semanis tahun-tahun sebelumnya. Banyaknya pasokan pusat perbelanjaan yang tidak sebanding dengan permintaan dikhawatirkan bakal mengancam bisnis ini. Benarkah industri ini sudah mengalami kejenuhan ? Lalu bagaimana sesungguhnya daya beli masyarakat kita ? Simak perbincangan reporter Realestat, Budi Purnomo dengan Executive Director EWC Asia Pacific, Budhi S. Gozali.

Bisa dijelaskan bagaimana landscape bisnis trade center dan shopping center sepanjang tahun 2007 lalu ?
Landscape bisnis trade center dan shopping center ditahun 2007 menarik. karena ada Senayan City, Pasific Place, Grand Indonesia, dimana mereka beroperasi di CBD (Central Business Distric) dan sekitarnya yang sudah beroperasi penuh. Ketiganya cukup signifikan dan menambah landscape bisnis ritel di Indonesia, khususnya untuk menenga ke atas, disamping itu juga ada Pondok Indah Mall 2 dan Pluit Juction.

Dalam pandangan Anda, dengan banyaknya pusat perbelanjaan saat ini apa tidak over supply ?
Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, keberadaan trade center dan shopping center sebenarnya masih kurang. Cuman yang lebih penting adalah daya beli masyarakat. Kalau daya beli masyarakat naik, trade center dan shopping center bisa terus dibangun. Jadi prospeknya masih jelas, karena market-nya masih bisa dikembangkan. tapi yang penting, trade center dan shopping center ini dibangun harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kalau bicara pasokan ruang trade center dan shopping center saat ini jumlahnya sudah mencapai berapa ?
Supply di shopping center saat ini sekitar 2,7 juta meter persegi, dengan kapasitas terpakai sekitar 2,5 juta meter persegi. Sedangkan untuk trade center sampai 1,9 juta meter persegi dengan tingkat hunian 1,2 juta meter persegi. Ini supply yang ada di Jabodetabek.

Sepertinya daya beli masyarakat belum meningkat signifikan. Lagi pula masih banyak space kosong di beberapa trade center. Berarti bisa dibilang ada pertarungan sengit dalam memperebutkan pasar yang sempit ?

Saya kira masih prospektif. Asalkan konsepnya unik dan baik, segment-nya pas, target market sesuai, tenant mix juga baik, tim manajemen baik dan finansial kuat, serta yang tidak kalah penting adalah timing-nya tepat. Trade center untuk full operation masih butuh waktu 3-4 tahun. Karena tipe pembeli dan pedagang di sana agak berbeda dibanding dengan shopping center. Cuman omset di trade center bisa tinggi. Karena mereka main digrosir, bukan cuma diritel. Sehingga harga di kios-kios di trade center kalau daerahnya strategis, harganya bisa melambung tinggi.

Kalau di bisnis shopping center dan trade center, siapa saja pemain yang paling dominan ?
Plasa Indonesia Realty, Agung Podomoro, Pakuwon, Pasific Palace adalah pemain-pemain di shopping center. Kalau di bisnis trade center ada Duta Pertiwi, Agung Podomoro dan Lippo Group.

Lalu ditahun 2008 apakah pasar trade center masih tetap ramai ?
Tahun 2008 untuk trade center masih cukup semarak. Ada beberapa proyek cukup besar di tahun 2008 yang akan jadi. Ini secara psikologis akan menekan harga jual kios trade center. Cuma trade center masih ditopang dengan bisnis hypermarket. Karena mereka sedang aktif untuk terus mencari daerah-daerah strategis di Jabodetabek untuk pengembangan hypermarket mereka.

Kalau di shopping center, sementara ini pasar riilnya memang ada atau hanya kalangan itu-itu saja ?
Saya melihat maraknya shopping center sebenarnya memberi alternatif bagi masyarakat yang selama ini belanja di luar negeri. Ini berakibat positif,di Indonesia punya pilihan, uang tidak lari ke luar negeri.

Dengan banyaknya pemain dalam industri trade center dan shopping center, sebaiknya strategi apa yang musti mereka kembangkan mengingat persaingan kian ketat?
Konsep shopping center masih banyak yang harus dikembangkan. Misalnya, dengan model open air dan conecting dengan monorail, seperti si Amerika Serikat, Singapura dan Cina. Untuk trade center masih ada ruang untuk inovasi menonjolkan aspek heritage, culture, serta masih banyak hal yang dapat dikembangkan. Selain itu, masih banyak juga brand yang belum masuk ke Indonesia sebagai tenant.

Sumber,M.Imam Wibowo.Reporter RealEstat Magazine,dalam program REALESTAT setiap Sabtu pukul 09.30 WIB di Metro TV bersama Maudy Koesnaedi.

Prospek Bisnis Shopping Center & Perilaku Belanja Konsumen di Surabaya dan Jakarta.
Menurut Drs. Devie, Ak. Tentang asosiasi para pelaku dunia shopping. "Dalam dunia shopping, ada 3 pelaku yang saling berhubungan. Ketiga pelaku tersebut antara lain shopper, retailer, dan supplier. Mereka bertemu di suatu tempat yang dinamakan mall," ujar Devie. Devie lantas menambahkan "Pengelola mall juga punya asosiasi sendiri. Dari keempat asosiasi tersebut pada dasarnya punya tugas yang sama. Mereka sama-sama melindungi hak-hak mereka yang bergabung dalam asosiasi tersebut. Jadi kalau nantinya ada suatu ketidakpuasan dari salah satu pelaku dunia shopping, yang menyelesaikan persoalannya ya antar asosiasinya."

Asosiasi dari para pelaku dunia shopping antara lain APRINDO (Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia) - asosiasinya retailer, APPPMI (Asosiasi Perusahaan Pemasok Pasar Modern Indonesia) - asosiasinya suplier, APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) - asosiasinya pengusaha mall dan bagi konsumen juga punya asosiasi sendiri YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).

Masih menurut Devie, "Menurut hasil riset yang ada, 3 besar kota termahal di dunia yaitu Tokyo, Seoul, Jakarta. Jakarta, ibukota negara kita masuk di urutan yang ke-3 kota termahal di dunia. Itu dinilai dari tingkat kemahalan harga barang-barang yang dijual di Jakarta." Dari riset itu, tidak seharusnya negara kita berada dalam kategori miskin, mengingat harga barang yang dijual mencerminkan daya belinya. Kalau di suatu tempat, harga barang yang dijual cukup mahal berarti secara tidak langsung konsumennya mampu. Riset itu sendiri sebenarnya tidak sesuai dengan PDRB daerah. Menurut hasil riset PDRB tertinggi dipegang oleh Kaltim. Itu berarti Kaltim adalah daerah terkaya di Indonesia. Karena Jakarta adalah ibu kota negara dan merupakan kota metropolis, maka harga barang yang dijual cukup mahal. Didukung juga banyaknya retailer yang berdiri disana. "Perlu diketahui bahwa jumlah retailer yang ada di Jakarta saat ini ada sekitar 69% dari total 2.354 retailer di Indonesia. Sangat banyak bukan?" papar Devie.

Maraknya retailer di Indonesia,disebabkan oleh kenaikan yang cukup berarti untuk penjualan tahun 2000-2002. Diprediksikan tahun 2004 akan naik lagi, mengingat makin banyak kompetitor berarti makin ketatnya persaingan untuk menarik minat dari konsumen.

Setelah Devie mengutarakan tentang maraknya retailer di Indonesia dari sisi risetnya, selanjutnya Heru Nasution, MBA, ASM menyampaikan perilaku pasar dalam mendukung suksesnya shopping center.

Heru Nasution yang juga Direktur Supermall Karawaci di Jakarta,mengemukakan bahwa shopping center masih merupakan segmen bisnis yang atraktif. Para pelaku di dunia bisnis ini saling berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Caranya? "Perubahan. Lewat perubahan dari para pelaku bisnis ini yang menyebabkan bisnis masih dikatakan atraktif," timpal Heru, "Perubahan dalam segala hal temasuk investment valuenya." Memang dengan perubahan yang radikal itu akan menyebabkan nilai balik modalnya menjadi lebih lama, karena masih harus diadaptasikan. Tapi dari perubahan yang kita lakukan itu nantinya pasti membawa dampak akan kenaikan penjualan di mall yang Anda miliki," sahut Heru.

Banyaknya mall yang berdiri di Indonesia juga menyebabkan persaingan bisnis bidang shopping center ini menjadi semakin ketat. Semua pengusaha berlomba-lomba agar mallnya menjadi mall yang paling sering dikunjungi, paling laris. "Banyaknya mall ini sebenarnya yang menyebabkan profil konsumen berubah. Saat ini konsumen menginginkan segalanya ada di setiap waktu dan tempat. Jadi tidak ada lagi yang namanya fanatisme terhadap suatu tempat perbelanjaan. Konsumen kita saat ini juga lebih cermat dalam memilih harga. Bukan asal barangnya bagus saja tapi kalau ada yang lebih murah, maka itu yang akan mereka ambil," timpal Heru.

Lantas apa yang dibutuhkan agar para pengusaha mall nantinya tidak ketinggalan dengan persaingan yang terjadi saat ini? "Positioning atau repositioning, inovasi atau keunikan, serta resource (knowledge and people). Pengusah mall harus berani memposisikan dirinya dengan baik atau bahkan merubah posisi dirinya. Inovasi Anda untuk mengembangkan mall agar menjadi semakin nyaman untuk dihadiri orang lebih lama," ujar Heru. Inovasi yang dimaksud di sini adalah bagaimana kita mendesain mall dengan memanfaatkan segala sesuatu yang baru dan itu membuat mall menjadi lebih atraktif. "Perhatikan selera pasar. Bagaimana maunya pasar tentang mall ini," ujar Heru.

Heru juga menunjukkan foto-foto mall yang ada di USA. Bentuk mall di sana sudah sangat atraktif. Ada yang rollercoster-nya mampu menembus bangunan mall dari dalam ke luar. Lantas ada yang langit-langit di dalam mall yang dibuat seperti aslinya saat kita melihat awan. Hal itu menyebabkan seseorang mempunyai suasana baru saat berada di mall. Sehingga mereka bisa bertahan cukup lama di dalam mall dan tentu saja uang dibelanjakan, yang berarti pemasukkan untuk mall tersebut.

"Kalau hal tersebut dilakukan di Indonesia, pengusaha mall harus selektif dalam memilih pangsa pasar yang akan digarap. Pasar yang digarap tentu kalangan menengah ke atas, karena dengan jenis inovasi mall yang gila itu berarti biaya sewa lahan di mall cukup mahal," ujar Heru.

Pangsa pasar yang sangat bagus untuk dunia mall ini adalah mahasiswa. "Mereka adalah pangsa pasar yang perlu ditekuni," ujar Heru. Bayangkan saja dari riset terhadap mahasiswa UKP, Tunjungan Plaza (TP) menjadi mall favorit mahasiswa. 59 % responden mengunjungi TP dengan frekuensi 3,89 kali sebulan. Jembatan Merah Plaza dan THR adalah mall yang perlu banyak perbaikan, entah itu AC, bangunan maupun orientasi ruangnya. Dari survei terhadap mahasiswa UKP itu dapat disimpulkan bahwa malll harus dibuat senyaman dan seefisien mungkin bagi pengunjung mall.

Masih menurut survei terhadap mahasiswa UKP, mall yang ideal bagi mereka adalah yang parkirnya luas, akses lancar, dan jenis toko di dalam mall bervariasi. "Dari situ pengusaha mall harus berani berinovasi untuk mencapai pasar yang banyak," ujar direktur Supermall Karawaci Jakarta ini.Sumber Artikel,Sdr Iman.Petra.ac.id.Petra Business Forum.

Bisnis Shopping,Jakarta 29 Maret 2008.Farid Hs.